Archive for 2010

Cino'do

Pagi itu dalam visualku seperti sungai yang jernih, sepoi anginnya adalah arus yang menuntunnya...kabut lembut adalah cerminan dinginnya, wangi embun adalah refleksi langit biru di atas permukaan berkilaunya, dan suara alam adalah riak arus yang meramaikan damai dalam tenangnya. Lonceng sapi bergoyang-goyang menyanykan lagu teng-teng-teng, yang  merdu dan damainya tak bisa dilukiskan  bahkan oleh penulis terhebat sekalipun. Lembar-lembar cahaya seperti biasa telah menerobos cela dinding hingga bolong-bolong kelambu ku  jauh sebelum raga dan jiwaku bersatu hingga retiina mataku mengenali warna. Bau rebusan 'daun surga'  sudah terasa, belakangan kutahu orang-orang menyebutnya daun 'kecceng'. Aromanya memancing rasa manis di ujung  dan asam di kedua sisi pinggir lidahku. Di dapur baskom putih dari aluminium telah dipenuhi air rebusan 'kecceng' yang dipetik dari kebun di sisi samping kiri rumah, kala itu tubuhku muat untuk berendam di dalam sana. Tapi masih terlalu panas, aku harus menunggu hingga panas itu berubah jadi hangat. Sementara itu, aku biasanya bermain di kolong rumah, aku menuruni tangga yang basah pelan-pelan,  di ujung tangga tergelar batu gepeng berlumut yang licin.Tanah masih lembab pagi itu, aku berjalan menuntun jalan kecil berbatu menuju  ke taman bambu kuning dengan kaki telanjang. Sosoknya yang kuat dan hangat berdiri memandang pucuk daun bambu muda di hadapanku, aku belum bisa memandang dengan bebas karena kabut masih betah menemani pagi yang tak pernah peduli dengannya. Embun menempel dibaju, rambut, dan kakiku, seperti bisa ayahku yang hebat itu dengan sigat mengangkatku ke bahunya, akupun tahu apa yang harus kulakukan, kubuka mulut lebar-lebar dan kujulurkan lidah  untuk menadah tetesan embun dari pucuk terbaik yang telah ayah pilih, tidak ada rasa yang lebih indah dari masa itu. Ayah bilang itu 'Cino'do' entah apa arti dari kata cino'do yang dulu menjadi sarapanku itu, tapi apapun artinya bagiku,  itu adalah pengganti ASI yang tidak bisa ayah ku dan ayah manapun di dunia ini berikan. Dan masa itu adalah tentang pagi, ayah, cino'do dan daun surganya... :)

Mengintip cahaya

aku baru saja mengintip melalui cela yang sangat sempit, aku tahu di belakangku banyak yang sedang berbicara padaku, tapi tetap saja aku selalu mencuri kesempatan untuk melihat cahaya melalui lubang itu, ia bersinar namun begitu jauh, aku bahkan tidak tahu apakah ia adalah bintang yang akan selalu ada saat kelam malam jatuh menimpahku, dan bersembunyi mengawasi dibalik matahari dikala siang menyelimutiku sambil bersinar di suatu tempat nan jauh di sisi lain kehidupan untuk menemani jiwa-jiwa yang lain, atau mungkin ia adalah kunang-kunang yang  bersinar di malam hari dikala aku merasa dunia hanya aku yang mengisi, ia bisa saja melayang dan menghilang dari jangkauan mataku . Aku memang ragu, tapi ada tempat kecil di kepalaku untuknya apapun dia, begitu pula mereka yang berada di sampingku dan begitu nyata. Ruang kosong itu tetap belum ada yang mengisi, entah bintang atau kunang-kunang, tanpa sinar mereka ruang ini tetap indah ,tak perlu dekorasi dan pajangan...yang penting adalah aku bisa memandang dengan lebih bebas di balik  jendela agar bisa kulihat dengan jelas siapa yang datang menghampiriku...

Kembali ke rumah (Gubuk Bintang2)

Picture by : INNOCENTIA
kabut itu perlahan menghilang,hari ini siang bersembunyi membiarkan pagi menguasai hari..,rasanya seperti berenang dalam udara...ada percikan hujan lembut yang mengirngi langkah ku kala itu..,beberapa langkah lagi aku sampai, tak ada batu dan kerikil, semua terasa lembut di telapak kakiku, rumput terhampar seperti karpet agung yang sengaja disiapkan untuk menyambut tamu. Mungkin kali ini aku masih diantar oleh kedua kakiku, lain kali pasti akan ada sebuah kereta atau kuda untukku, atau mungkin seseorang yang mengantar, entahlah sendiri lagi juga tak masalah, lagipula tidak ada tempat untuk orang asing di sana. Akhirnya tiba juga, di taman kecil  itu, tidak ada yang berubah hanya ada sereh dan ilalang, aku lihat pintu terbuka, hari ini langit tidak cerah, tapi aku suka, sebentar lagi air mungkin akan tumpah dari langit, ia bisa membelenggu siapapun dalam rumah sekaligus menghibur dengan desirannya, bagiku hujan adalah kawan.Aku yakin ia akan datang,  makanya agak gelap keadaan di dalam, tapi ada semburat cahaya jingga yang memancar keluar,. Aku melangkah masuk, rasa lembut yang tadinya kurasakan di telapak kakiku  berubah menjadi kering dan padat, tekstur inilah yang membuatku selalu rindu, seperti biasa tempat itu selalu hangat, aku betul-betul merasa berada di rumah. Aku terus melangkah hingga ambang pintu belakanng, semuanya sedang berkumpul, keluargaku, jiwaku, dan hidupku...aku pulang ;)

Baca juga "GUBUK BINTANG"
http://www.facebook.com/home.php#!/note.php?note_id=431576194473&comments

Pyxis & Edelweiss

Aku rasa rok katunku sudah basah, aroma ini, air, bunga, dan angin membuat kelopak mataku menutup perlahan, menikmati padang abadi ini.Jurang memang sangat dekat dari batang hidungku,aku tidak berani melangkah lebih jauh, malam membuat mata kakiku jadi buta, siluet benda hany dikenali dengan tiga ciri, hitam, abu-abu, dan putih .Aku bersandar di tubuh pohon tua yang paling besar...seandainya dia bicara akan kutanyakan apa yang terjadi disini sebelum aku lahir, sayangnya ia hidup dengan takdir 'bisu', tapi aku yakin ia mendengarku, terkadang aku merasakan bagaimana ia berusaha menjawabku dengan hentaman ranting dan tarian dedaunannya, kuharap waktu bisa menerjemahkan maksudnya untukku.

Aku kembali membuka mata menatap langit mencari bintang-bintang, ia terhalang oleh gerombolan dedaunan di ujung pohon, tapi tidak masalah, sesekali berkat teguran angin mereka memberi cela bagi bintang untuk mencuri pandang ke arahku...terkadang aku tersipu malu saat tertangkap cahaya sedang menatap ke arah mereka.




Tapi aku tahu maksud kerlap-kerlip itu, mereka pasti juga malu padaku. Malam yang tenang, ramai oleh celoteh serangga yang sedang berpesta, mungkin ada omelan seekor induk yang sedang mengomeli anak-anaknya, entahlah...tapi suara itu membuatku ingin bertemu dengan sebagian jiwaku yang terpisah, semakin dingin sekarang bukan hanya rok ku yang basah, seluruh rambutku terasa lembab dari pangkal hingga ujung, jari-jari dan telapak tangan seperti membeku. Disaat itu air mataku meleleh, aku rindu hangatnya, wanginya, dan ku ingin ia ada, berada di padang abadi ini dengan ku, aku rindu dirinya....matanya adalah mataku, aku rindu ibu, perempuan luar biasa itu adalah alasan kenapa aku selalu membuka mata untuk matahari, tanpanya aku memilih hidup dalam mimpi dimana aku bisa bahagia dengannya selamanya bersama edelweis, dan teman-teman pyxie..seperti malam ini, selamanya seabadi bungaku...

 Edelweiss..........